Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label puisihati

Cerita Pendek:“Cinta di Punggung Penanggungan”

  Cerita Pendek:“Cinta di Punggung Penanggungan” ilustrasi foto by https://travelspromo.com/htm-wisata/gunung-penanggungan-mojokerto/ Angin pagi berhembus lembut ketikaA langkahku menginjak tanah Gunung Penanggungan. Kabut tipis melayang di antara pepohonan, dan suara burung liar terasa seperti musik pengiring perjalanan kita. Aku menoleh ke arahmu—kau yang ber?Adiri dengan ransel di punggung, napas teratur, dan senyum kecil yang selalu menenangkan. “Siap?” tanyaku pelan. Kau mengangguk, menatap jalur pendakian yang menanjak. “Selama ada kamu, aku siap menghadapi apa pun.” Kalimat itu mungkin sederhana, tapi bagiku seperti doa yang meneduhkan. Kami mulai mendaki. Setiap langkah membawa kenangan, setiap hembusan napas terasa seperti mendekatkan kami, bukan hanya ke puncak, tapi juga ke hati masing-masing. “Aku selalu suka aroma tanah basah seperti ini,” katamu. “Kenapa?” “Karena… mengingatkanku bahwa setiap perjalanan dimulai dari pijakan. Dan aku ingin perjalanan cintaku ju...

Puisi:Aku Menunggu di Senja, Tapi Kau Pulang Bersama Namanya

  Puisi:Aku Menunggu di Senja, Tapi Kau Pulang Bersama Namanya Senja kembali meneteskan jingga di langit, dan aku masih duduk di bangku yang sama, menunggu bayanganmu yang pernah berjanji akan kembali membawa cinta. Aku menatap lurus pada jalan yang lengang, membayangkan langkahmu menghampiriku. Tapi yang datang hanyalah kabar pahit: kau pulang, bukan padaku, melainkan pada namanya yang kau sebut di bibir. Hatiku retak, tapi tetap berharap, seolah menunggu hujan yang tak pernah tiba. Setiap warna senja kini terasa asing, karena di dalamnya aku hanya menemukan kehilangan. Aku menunggumu dengan seluruh rindu, namun rinduku tak kau bawa pulang. Kau pilih senja lain, kau pilih nama lain, dan aku tertinggal sebagai bayangan yang perlahan hilang ditelan malam.

Puisi:Cinta yang Kutabur, Hanya Menjadi Luka di Pelukanmu

  Puisi:Cinta yang Kutabur, Hanya Menjadi Luka di Pelukanmu pngtree.com Aku pernah menanam cinta di matamu, dengan harapan ia tumbuh menjadi taman bahagia. Setiap senyumku, setiap pelukanku, adalah benih yang kutabur dengan sepenuh jiwa. Namun yang lahir bukan bunga, melainkan duri yang melukai tanganku sendiri. Kau genggam hatiku seolah merawatnya, padahal diam-diam kau sisipkan luka di antara jemari kita. Aku mencintaimu dengan sepenuh keyakinan, tapi cintaku hanya menjadi air mata yang mengalir di pelukanmu, pelukan yang tak lagi hangat, pelukan yang hanya menyisakan perih. Kini aku tahu, tak semua yang kita tanam akan berbunga. Ada yang layu, ada yang berubah jadi luka, meski ditumbuhkan dengan cinta paling tulus.

Puisi: Gadis Senja Siti Puji Astutik

ilustrasi Puisi: Gadis Senja Siti Puji Astutik_xni Di tepi senja yang merona jingga, kulihat engkau, Siti Puji Astutik, berdiri dengan tatapan yang dalam, seolah mencari jejak cinta sejati yang masih tersembunyi di antara awan. Langkahmu lembut, tapi hatimu gelisah, kau menanti seseorang yang belum tentu tiba, seperti burung yang terus terbang mengejar cahaya terakhir sebelum malam. Aku ingin berkata padamu, bahwa dunia ini memang panas, terlalu terik , namun untukmu yang terlalu cantik , setiap keringat menjadi puisi, setiap luka berubah menjadi rindu. Siti, gadis senja yang menawan, biarlah aku yang menemanimu mencari, agar cinta sejati tak lagi hanya mimpi, tapi nyata dalam dekap yang abadi.

"Senja dan Kerudung Merahmu"

  puisi romantis_"Senja dan Kerudung Merahmu" Di ujung langit, mentari menggantung malu-malu, melukis jingga di permukaan langit yang berdoa, dan di sanalah aku pertama kali melihatmu— Siti Puji Astukik, gadis berkerudung merah yang datang seperti doa yang tak pernah selesai kusebutkan namanya. Langkahmu lembut seperti desir angin sore, dan matamu, ah matamu… merekah teduh seperti langit yang tak ingin gelap. Kerudung merahmu menari pelan menjadi bendera sunyi yang menggetarkan dada. Siti, tahukah kau, senja menjadi tempat paling setia kutitipkan rindu? Pada setiap langit merahnya, ada namamu yang kusisipkan dalam bait-bait puisi, ada wajahmu yang kupahat dalam detak jantung yang tak tahu caranya berhenti saat kau tersenyum. Aku mencintaimu dengan tenang, seperti laut mencintai langit, tak pernah bersentuhan, tapi saling menunggu senja. Aku mencintaimu diam-diam, seperti bayangan mencintai cahaya, selalu ada, tapi tak pernah bisa mengakuinya. Siti Puji Astukik, engkau bu...

"Gadis Senja: Peluk yang Tak Pernah Usai"

"Gadis Senja: Peluk yang Tak Pernah Usai" gadis senja puisi ini tercipta dari ilustrasi siti yang sedng bersanding di antara gelapnya malam Kau datang bersama jingga yang jatuh pelan di langit barat, membawa wajah yang lebih indah  dari segala yang pernah kulihat. Langkahmu lembut menapak tanah, seakan bumi pun bersyukur kau hadir, dan aku, lelaki yang hanyut dalam detik, hanya bisa menatap—gemetar, tanpa kendali. Kau gadis senja, yang membuat matahari rela perlahan turun demi menatapmu lebih lama. Angin berhenti berhembus, burung-burung pun memilih diam, karena tak ada nyanyian yang bisa menyaingi bisikanmu. Kata-katamu tak pernah keluar dari bibir, tapi getarnya sampai ke dasar dadaku. Tiap lirikanmu membuat detak jantungku menjadi gila, dan senyummu—astaga, senyummu itu seperti jampi, yang membuatku tak tahu mana nyata, mana mimpi. Dalam warna langit yang mulai kelam, akulah lelaki yang rela menjadi bayang-bayangmu, menemanimu meski tanpa sentuhan, menyayangimu meski t...

Puisi:"Langkah dan Rindumu di Punggungan Cinta"

Langkah-langkahmu menapaki jalur tanah basah, di antara akar-akar yang menggeliat  seperti rindu yang tak pernah patah. Kau di depan, membawa tas berisi logistik dan mimpi, aku di belakang, membawa hati yang sejak  awal ingin tinggal di dekapanmu lagi. Angin menyapu rambutmu pelan, seperti alam tahu bahwa aku diam-diam sedang jatuh perlahan. Kabut turun, menyelimuti jalur pendakian, namun  tak pernah bisa menyelimuti perasaanku  yang kian terang dalam keremangan. Kita duduk di sebuah batu besar, melepas lelah sambil berbagi coklat  dan cerita yang hambar jadi mekar. Kau tertawa, dan di sela-sela  napasmu yang lelah, ada doa yang tak kau ucapkan tapi aku  tangkap dengan indra  yang lebih peka dari telinga. Mencintaimu  di jalur pendakian seperti mencintai semesta, penuh tantangan, tapi aku ingin terus naik ke puncaknya. Meski kadang langkahmu lebih cepat, aku selalu tahu, kau akan berhenti  dan menungguku di tikungan  yang sunyi...

Puisi Romntis:Minggu Cerah di Sudut Kafe Kota

ilistrasi Foto_Puisi Romntis:Minggu Cerah di Sudut Kafe Kota Minggu pagi menyapa dengan senyum mentari, angin berbisik lembut, membawa aroma kopi dan mimpi. Di sudut kafe kota yang sederhana namun berseri, aku duduk bersamamu—gadis muda berparas rupawan, seperti bunga yang mekar di tengah keramaian. Matamu seperti langit biru tanpa awan, penuh ketenangan dan rahasia  yang ingin kupecahkan perlahan. Kita tertawa pada cerita-cerita kecil, mengenang masa yang baru  tumbuh dari benih harapan. Langit bersaksi, waktu seolah berhenti, saat tanganmu menyentuh cangkir, dan senyum itu mencuri denyut di dada ini. Kopi menjadi lebih manis, bukan karena gula, tapi karena hadirmu—yang menyulap  dunia menjadi lebih hangat. Kau bicara tentang mimpi, aku mendengarkan dengan mata, dan di balik tawa, terselip doa semesta: semoga minggu cerah ini tak hanya singgah, tapi menetap selamanya— di hati kita yang saling belajar mencinta.

Nona Manis Berambut Merah Muda

Nona manis berambut merah muda, warna rambutmu seperti fajar pertama— menyala lembut, menghapus gelap di dada. Kau berjalan di antara bayang-bayang keraguan, namun keyakinanmu selalu lebih terang dari cahaya pagi. Wajahmu elok seperti lukisan yang belum selesai, karena setiap hari kau terus melukis dirimu sendiri, dengan warna-warna impian, dan garis-garis penuh keberanian. Kecantikanmu bukan hanya soal rupa, tapi tentang bagaimana kau menantang dunia tanpa kehilangan senyum. Ada kekuatan dalam cara kau tertawa, seolah hidup tak pernah bisa menundukkanmu. Kau bangkit setiap kali jatuh, seperti bunga sakura yang tak pernah takut musim. Kau percaya bahwa luka hanyalah jeda, dan kegagalan adalah anak tangga menuju keberhasilan yang lebih tinggi. Berambut merah muda, kau hadir bak musim semi dalam hidupku— menghidupkan, menyegarkan, dan membuatku percaya bahwa cinta tak pernah mati. Kau punya sejuta motivasi di balik matamu, dan aku jatuh cinta, bukan hanya pada cantikmu yang memesona...

Puisi Romantis:Untukmu yang Lahir pada 21 Mei

  Ilustrasi Foto Puisi Romantis:Untukmu yang Lahir pada 21 Mei Pada tanggal dua puluh satu bulan kelima, Langit seolah tahu, bahwa bumi akan kedatangan cahaya. Bukan dari bintang, bukan pula dari matahari, Tapi dari seorang wanita— Yang lahir dengan rahim kekuatan,  dan hati seluas samudra yang tak pernah surut memberi. Hari ini, aku tidak hanya mengucap “selamat ulang tahun” Tapi aku ingin menyampaikan lebih dari sekadar ucapan, Karena kamu bukan sekadar wanita, bukan sekadar nama, Kamu adalah rumah, tempat aku pulang dari segala lelah dan luka. Selamat ulang tahun, wanita tangguh yang kusebut cahaya, Yang mampu berdiri ketika dunia pun rasanya tak berpihak. Yang tak menangis di hadapan dunia,  tapi diam-diam menghapus air mata Lalu melanjutkan hidup dengan senyum yang membuatku  ingin percaya lagi pada segalanya. Kau hebat, sayang. Lebih dari yang mungkin sempat kuucap dalam keseharian. Kau kuat, bahkan ketika aku yang seharusnya jadi tempatmu bersandar Ma...

Puisi Romntis:Dalam Senyap Penantian

  ilustrasi Foto Puisi Romntis:Dalam Senyap Penantian  https://pixabay.com/id/photos/gadis-kesepian-matahari-terbenam-5560212/ Di bawah langit senja yang perlahan redup, kutemukan lagi warna jingga yang menelusup di sela-sela daun gugur dan angin yang letih. Setiap lembarnya seakan menyebut namamu— kamu , yang entah di mana, entah dengan siapa kini berdiri. Aku duduk di antara bayang dan harap, menghitung waktu dengan denyut rindu yang tak henti. Kupikir waktu akan membuatku lupa, tapi nyatanya setiap detik justru menoreh lebih dalam. Cintamu belum datang, namun rinduku tak pernah absen. Penantian ini bukan sekadar waktu yang berlalu, tapi jiwa yang bertahan di dalam kesunyian, menyimpan sejuta harap pada yang mungkin tak pernah datang. Namun tetap saja kutunggu, seperti laut menanti hujan, seperti malam merindukan pendar bulan. Kamu —satu kata yang terus terpatri dalam doaku, meski langit berganti warna, dan dunia terus berlari. Dalam setiap langkah, bayangmu menj...

Puisi Romantis:"Anggur Merah di Balik Hijab"

Puisi Romantis:"Anggur Merah di Balik Hijab"  ilusi foto  https://id.pinterest.com/pin/137008013656804641/ Di sudut senja yang perlahan runtuh, kulihat engkau—gadis berselendang putih abu-abu, langkahmu lirih, bagai bisikan angin yang mengendap dalam harum musim gugur. Di tangan mungilmu, segelas anggur merah berayun, seperti rahasia yang ingin kau bisikkan pada malam, seperti cerita lama yang tak pernah selesai tentang rindu yang mengalir pelan di antara sela-sela doa. Hijabmu melambai di pipi senja, putihnya seperti sumpah suci namun matamu—ya, matamu— sembunyikan badai yang tak bisa diredam oleh syahadat ataupun salat maghrib. Kau teguk pelan anggur berdosa itu, dan pada tiap tetesnya, kau simpan satu patah harap, satu serpihan janji yang dulu pernah kau ucapkan di bawah langit yang kini terasa jauh dan dingin. Betapa manis dan getirnya kau malam ini, seperti luka yang dibungkus senyum sabar, seperti doa yang dikirimkan sambil menggenggam dunia yang perlahan-lahan membuatm...

PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN

  PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN (https://pixabay.com/id/photos/hujan-jalan-kota-pelabuhan-1479303/) Hujan menari di atas jendela, rintiknya menyapa dengan lembut, seperti bisikan rindu yang terpendam, menyentuh hatiku dengan lembut. Setiap tetes yang jatuh, adalah jejakmu yang hilang di waktu, mengingatkanku pada senyum yang dulu, yang kini hanya ada dalam mimpi. Hujan, bawa aku kembali ke pelukanmu, bawa aku menelusuri jalan yang pernah kita lalui, di mana setiap langkah kita penuh tawa, sekarang hanya ada sepi dan bayanganmu. Kau tahu, dalam diam aku merindukanmu, di setiap rintik yang menari, aku merasa ada bisikanmu yang hilang, seperti angin yang membawa namamu, meski tak pernah kembali. Aku menutup mata, dan hujan mengalirkan kenangan, tentang saat kita berlari bersama, di bawah langit yang menatap kita dengan penuh janji. Namun kini, hanya rintik yang menemani, dalam hening yang menyelubungi hati, kerinduanku yang tak pernah padam, terpatri dalam setiap tetes hujan ini...

Puisi:Bango untuk pesta perkawinanmu

  ini bango hitam gurih itu, aku persembahkan untuk pesta perkawinanmu, untuk kau hidangkan pada tamu undangamu, kau waras bukan main, yang gila adalah cinta kita berdua, kau berjanji kita akan bertemu Kembali, namun kau pergi menghilang tanpa permisi,   waktu silir berganti dan kau datang lagi, namun bukan menjadi kekasih melaikan sebagai orang asing yang menising hati, kau memberiku sepucuk surat yang terbungkus rapi, dengan pita merah merona. Ada Namamu dan Namanya yang Bersiap untuk mengikat janji suci.   Sebab itu, Aku persembahkan kecap bango hitam gurih, Untuk pesta perkawinanmu, Dengan resep nasi goreng hitam itu, Dengan bahan 300gram nasi putih,25gram bumbu putih, 1 pcs telur ayam,20gram minyak goreng,30gram ayam siwur, 20gram bango hitam,4gram garam. Itu sudah cukup mengenyangkan perut tamu undanganmu, Rasanya yang gurih tertatih, Seperti dahulu kita membayangkan cinta kita akan bersemi abadi, Warna hitamnya begi...