Cerita Pendek:“Cinta di Punggung Penanggungan” ilustrasi foto by https://travelspromo.com/htm-wisata/gunung-penanggungan-mojokerto/ Angin pagi berhembus lembut ketikaA langkahku menginjak tanah Gunung Penanggungan. Kabut tipis melayang di antara pepohonan, dan suara burung liar terasa seperti musik pengiring perjalanan kita. Aku menoleh ke arahmu—kau yang ber?Adiri dengan ransel di punggung, napas teratur, dan senyum kecil yang selalu menenangkan. “Siap?” tanyaku pelan. Kau mengangguk, menatap jalur pendakian yang menanjak. “Selama ada kamu, aku siap menghadapi apa pun.” Kalimat itu mungkin sederhana, tapi bagiku seperti doa yang meneduhkan. Kami mulai mendaki. Setiap langkah membawa kenangan, setiap hembusan napas terasa seperti mendekatkan kami, bukan hanya ke puncak, tapi juga ke hati masing-masing. “Aku selalu suka aroma tanah basah seperti ini,” katamu. “Kenapa?” “Karena… mengingatkanku bahwa setiap perjalanan dimulai dari pijakan. Dan aku ingin perjalanan cintaku ju...
![]() |
PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN (https://pixabay.com/id/photos/hujan-jalan-kota-pelabuhan-1479303/) |
Hujan menari di atas jendela,
rintiknya menyapa dengan lembut,
seperti bisikan rindu yang terpendam,
menyentuh hatiku dengan lembut.
Setiap tetes yang jatuh,
adalah jejakmu yang hilang di waktu,
mengingatkanku pada senyum yang dulu,
yang kini hanya ada dalam mimpi.
Hujan, bawa aku kembali ke pelukanmu,
bawa aku menelusuri jalan yang pernah kita lalui,
di mana setiap langkah kita penuh tawa,
sekarang hanya ada sepi dan bayanganmu.
Kau tahu, dalam diam aku merindukanmu,
di setiap rintik yang menari,
aku merasa ada bisikanmu yang hilang,
seperti angin yang membawa namamu,
meski tak pernah kembali.
Aku menutup mata,
dan hujan mengalirkan kenangan,
tentang saat kita berlari bersama,
di bawah langit yang menatap kita dengan penuh janji.
Namun kini, hanya rintik yang menemani,
dalam hening yang menyelubungi hati,
kerinduanku yang tak pernah padam,
terpatri dalam setiap tetes hujan ini.
Oh, betapa ingin kutemui kamu,
di bawah hujan ini, dalam sunyi,
seperti dulu, kita berdua—
rintik hujan dan kerinduan, saling mengisi.
(untuk siapapun itu yang dulu sempat ada dalam serangkaian buku harian namun kini sudah hilang tanpa kabar.terima kasih)
Komentar
Posting Komentar