Langsung ke konten utama

Cerita Pendek:Cinta dalam Tasbih

Ilustrasi foto Cerita Pendek:Cinta dalam Tasbih Aku mengenalnya di masjid kampus. Bukan pertemuan yang disengaja, apalagi direncanakan. Aku hanya sedang duduk di sudut serambi, menggenggam tasbih kayu cendana warisan dari almarhum kakek, saat ia lewat dengan langkah ringan, jilbab lebar, dan wajah tenang yang memancarkan damai. Ia tersenyum kecil padaku sebelum masuk ke dalam ruang salat wanita. Senyumnya sederhana, tapi menancap. Sejak saat itu, setiap ba’da asar, aku selalu datang lebih awal. Bukan semata untuk beribadah—walau itu tetap niat utamanya—tapi juga untuk menantikan ia lewat lagi. Dalam diamku, aku berzikir, tapi entah kenapa setiap tasbih yang kugenggam kini seolah menyebut namanya. Namanya Nisa. Aku baru tahu beberapa minggu kemudian, saat dia mengisi kajian singkat untuk mahasiswa. Ternyata dia bukan sekadar mahasiswi aktif, tapi juga penghafal Al-Qur’an yang sedang menyelesaikan pendidikan kedokterannya. Saat dia berbicara, kata-katanya halus namun berisi. Tidak...

Puisi Romntis:Minggu Cerah di Sudut Kafe Kota



ilistrasi Foto_Puisi Romntis:Minggu Cerah di Sudut Kafe Kota

Minggu pagi menyapa dengan senyum mentari,
angin berbisik lembut, membawa aroma kopi dan mimpi.
Di sudut kafe kota yang sederhana namun berseri,
aku duduk bersamamu—gadis muda berparas rupawan,
seperti bunga yang mekar di tengah keramaian.

Matamu seperti langit biru tanpa awan,
penuh ketenangan dan rahasia
 yang ingin kupecahkan perlahan.
Kita tertawa pada cerita-cerita kecil,
mengenang masa yang baru 
tumbuh dari benih harapan.

Langit bersaksi, waktu seolah berhenti,
saat tanganmu menyentuh cangkir,
dan senyum itu mencuri denyut di dada ini.
Kopi menjadi lebih manis,
bukan karena gula,
tapi karena hadirmu—yang menyulap 
dunia menjadi lebih hangat.

Kau bicara tentang mimpi,
aku mendengarkan dengan mata,
dan di balik tawa, terselip doa semesta:
semoga minggu cerah ini tak hanya singgah,
tapi menetap selamanya—
di hati kita yang saling belajar mencinta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi:Kenangan di Tepi Meja

Ilustrasi foto puisi kenangan di tepi meja Di sudut meja, aroma manis melingkari, Bango kecap manis menemani memori, Di setiap tetes, ada cinta yang menari, Mengingatkan kita pada cerita sejati. Malam itu, rembulan menjadi saksi, Tatapanmu hangat, membalut sunyi, Kecap manis melumuri daging hati, Seakan berkata, "Inilah kita, takkan terganti." Kamu selalu tahu, rahasia rasa, Manisnya cinta, bumbu setiap masa, Bango hadir, bagai janji tak sirna, Mengikat kenangan yang tak mudah lupa. Tanganmu mengaduk, aku memandang, Ada keajaiban dalam setiap tangkap pandang, Romantisnya bukan hanya karena rempah melayang, Tapi karena cinta, dalam hati yang kau pegang. Kini, meja itu sepi, namun tetap hidup, Aroma manisnya bertahan, menjadi penghibur, Walau tak lagi ada kita berbincang di bawah lampu, Bango kecap manis jadi kenangan yang selalu rindu. Di setiap rasa, ada kisah kita terselip, Cinta yang manis, tak pernah tergelincir, Bango mengingatkan, cinta tak pernah usang, Dalam kenangan, ...

Cerita Pendek:Lonceng Akhir

Ilusi foto Cerita Pendek:Lonceng Akhir (pixabay.com) Aku adalah seorang pegawai pabrik yang terjebak dalam gelapnya dunia pinjaman online. Semua bermula dari sebuah keputusan bodoh yang kuambil dengan berpikir bahwa segalanya akan baik-baik saja. Siapa yang mengira bahwa dari sekadar pinjaman kecil untuk kebutuhan mendesak, utang itu akan menjeratku dalam lingkaran setan yang tak berujung? Hari itu, pabrik tempatku bekerja baru saja tutup. Tubuhku terasa lelah, namun pikiranku lebih berat menanggung beban utang yang semakin menumpuk. Aku duduk di bangku taman kecil di depan pabrik, memandang kosong ke arah jalanan. Pikiranku sibuk, mencoba mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Pinjaman pertama hanya dua juta, tapi bunga yang mencekik membuat utang itu melonjak hingga belasan juta dalam beberapa bulan. Ketika aku masih tenggelam dalam kekhawatiran, seseorang menepuk bahuku. Wajahnya garang, sorot matanya tajam seolah menusukku. "Selamat sore, Mbak Rini," katanya dengan s...

Cerita Pendek:Segitiga Mematikan

Ilusi foto Cerita Pendek:Segitiga Mematikan ( https://pixabay.com/id/photos/foto-tangan-memegang-tua-256887/ ) Pagi itu, aku duduk di teras sambil menatap hujan yang turun. Aroma tanah basah tercium tajam, mengiringi perasaan galau yang sulit diungkapkan. Aku menyesap kopi yang mulai dingin, berharap getirnya bisa mengalahkan kegelisahanku. Namaku Ardi, dan aku berada di tengah cinta segitiga yang sulit aku pahami. Di satu sisi, ada Laila, sahabatku sejak SMA yang sejak lama menyimpan rasa untukku. Di sisi lain, ada Siska, wanita yang belakangan ini kerap hadir dan menyita perhatian. Aku merasa bimbang. Hati dan pikiranku saling tarik-menarik, tak pernah mencapai kata sepakat. Hari itu, Laila mengajakku bertemu di kafe favorit kami. Biasanya, ia ceria dan selalu bisa menghiburku, tapi kali ini ia tampak lebih serius, bahkan sedikit gugup. "Ardi, aku mau bicara sesuatu," ucapnya sambil menunduk, mengaduk-aduk minumannya tanpa tujuan. "Kenapa, La? Tumben serius banget,...