Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi

Gambar
Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi_ ilustrsi foto by  Triptrus.com Catatan Kritis Tentang Keindahan yang Terluka Gunung Rinjani bukan sekadar gunung bagi masyarakat Lombok—ia adalah napas, marwah, dan cermin kehidupan. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani berdiri gagah sebagai gunung tertinggi kedua di Indonesia. Ia bukan hanya tujuan pendakian, tetapi juga destinasi rohani, tempat suci bagi umat Hindu, dan bentang alami yang membawa siapapun yang melihatnya pada perenungan yang dalam. Namun, di balik keelokan panorama sabana, danau Segara Anak yang biru kehijauan, serta cahaya mentari yang menyentuh lembut punggung gunung, ada luka-luka yang tak terlihat. Luka karena keserakahan manusia, luka karena keindahan yang terlalu sering dimanfaatkan tanpa tanggung jawab. "Kau bukan sekadar tanah tinggi, Rinjani. Kau adalah puisi yang mengalir di dahi pagi. Namun kini, langitmu mengabur oleh jejak-jejak tamak, dan bisik anginmu tercekik aroma pla...

Puisi Romantis:"Anggur Merah di Balik Hijab"

gadis senja
Puisi Romantis:"Anggur Merah di Balik Hijab" 
ilusi foto https://id.pinterest.com/pin/137008013656804641/




Di sudut senja yang perlahan runtuh,
kulihat engkau—gadis berselendang putih abu-abu,
langkahmu lirih, bagai bisikan angin
yang mengendap dalam harum musim gugur.

Di tangan mungilmu, segelas anggur merah berayun,
seperti rahasia yang ingin kau bisikkan pada malam,
seperti cerita lama yang tak pernah selesai
tentang rindu yang mengalir pelan di antara sela-sela doa.

Hijabmu melambai di pipi senja,
putihnya seperti sumpah suci
namun matamu—ya, matamu—
sembunyikan badai yang tak bisa diredam
oleh syahadat ataupun salat maghrib.

Kau teguk pelan anggur berdosa itu,
dan pada tiap tetesnya, kau simpan satu patah harap,
satu serpihan janji yang dulu pernah kau ucapkan
di bawah langit yang kini terasa jauh dan dingin.

Betapa manis dan getirnya kau malam ini,
seperti luka yang dibungkus senyum sabar,
seperti doa yang dikirimkan sambil menggenggam dunia
yang perlahan-lahan membuatmu lupa jalan pulang.

Aku ingin mengabadikanmu malam ini,
bukan dalam catatan surga,
bukan dalam gelas yang retak oleh dosa,
melainkan dalam hatiku—
yang lebih merah daripada anggur itu,
dan lebih suci daripada putih hijabmu yang kini kuyup oleh kenangan.

Wahai gadis berhijab abu-abu,
teruslah berdansa dalam malam yang mabuk ini,
hingga kita lupa siapa yang seharusnya lebih dulu pulang,
kau atau aku,
atau hati kita yang sedari tadi sudah tersesat
di antara anggur merah
dan takdir yang tumpah di tangan Tuhan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek:Lonceng Akhir

Puisi:Kenangan di Tepi Meja

Cerita Pendek:Segitiga Mematikan