Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerpenindonesia

Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi

Gambar
Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi_ ilustrsi foto by  Triptrus.com Catatan Kritis Tentang Keindahan yang Terluka Gunung Rinjani bukan sekadar gunung bagi masyarakat Lombok—ia adalah napas, marwah, dan cermin kehidupan. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani berdiri gagah sebagai gunung tertinggi kedua di Indonesia. Ia bukan hanya tujuan pendakian, tetapi juga destinasi rohani, tempat suci bagi umat Hindu, dan bentang alami yang membawa siapapun yang melihatnya pada perenungan yang dalam. Namun, di balik keelokan panorama sabana, danau Segara Anak yang biru kehijauan, serta cahaya mentari yang menyentuh lembut punggung gunung, ada luka-luka yang tak terlihat. Luka karena keserakahan manusia, luka karena keindahan yang terlalu sering dimanfaatkan tanpa tanggung jawab. "Kau bukan sekadar tanah tinggi, Rinjani. Kau adalah puisi yang mengalir di dahi pagi. Namun kini, langitmu mengabur oleh jejak-jejak tamak, dan bisik anginmu tercekik aroma pla...

Cerita Pendek: Juli yang Tak Pernah Menepati Janji

Gambar
Ilustrasi fotoCerita pendek_ https://id.pngtree.com/freebackground/silhouette-of-a-woman-on-the-beach-in-the-morning_1704461.html Namaku Arsha. Aku bukan siapa-siapa kecuali seseorang yang masih saja duduk di ujung senja, menanti sesuatu yang entah akan datang atau tidak. Barangkali aku gila, atau mungkin terlalu setia pada sesuatu yang bahkan tak pernah benar-benar jadi milikku: kamu. Dan ini adalah Juli, bulan kesekian yang selalu membuat dadaku bergetar hanya karena satu nama—namamu. Aku masih ingat pertemuan kita pertama kali. Di sudut taman kota, saat angin sore menyapu rambutku yang lepas dari ikatan. Kamu menyapaku, seolah kita sudah kenal sejak lama. Aku tersenyum kikuk, tapi diam-diam hatiku bergemuruh. Sejak saat itu, entah mengapa, kamu seperti musim yang tak bisa kutebak, tapi selalu kutunggu. "Kamu suka Juli?" tanyamu waktu itu. Aku mengangguk. "Karena Juli hangat. Tapi tak sepanas Agustus yang seringkali terlalu terburu-buru." Kamu tertawa. Suara...

Cerita Pendek:Cinta Diam Siti Puji Astutik: Gadis Senja yang Menyulam Rindu

Gambar
Cerita Pendek:Cinta Diam Siti Puji Astutik: Gadis Senja yang Menyulam Rindu Senja selalu menjadi waktu yang ia tunggu. Siti Puji Astutik, gadis desa yang lebih akrab dipanggil Puji, selalu duduk di bangku kayu tua di tepi sawah. Dari sanalah ia menatap matahari perlahan tenggelam, bersama rindu yang tak pernah sempat ia ucapkan. Rindu yang diam-diam tumbuh, seperti padi yang ia tanam bersama ibunya—sunyi, tapi nyata. Namanya Fajar, pria yang bekerja sebagai guru honorer di sekolah tempat adik Puji belajar. Sejak pertama melihatnya mengajar dengan sabar, Puji tahu hatinya jatuh, tapi tak pernah berani mendekat. Ia hanya bisa mencintai dalam diam, dan membungkus rindunya dalam puisi-puisi yang ia tulis di balik kertas bekas belanja.   “Jika cinta adalah rahasia,   Biarlah kusimpan dalam doa, Dalam sepi aku menjaga, Namamu selalu di dada.”   Hari itu, langit senja lebih redup dari biasanya. Puji menatap semburat jingga yang hampir mati. Tapi matanya justru menangkap soso...

Cerita Pendek:Kupeluk Dia Saat Hujan, Tapi Namanya Bukan Aku yang Tertulis di Undangannya

Gambar
Cerita Pendek:Kupeluk Dia Saat Hujan, Tapi Namanya Bukan Aku yang Tertulis di Undangannya_Ilustrasi foto by https://snapy.co.id/artikel/tampilkan-kesan-mewah-inilah-kelebihan-dan-kekurangan-undangan-akrilik Hujan turun lebat saat dia datang menghampiri. Langkahnya masih sama seperti dulu—pelan, tenang, tapi menyentuh bagian terdalam dari dadaku. Dia berdiri di depanku dengan jas hujan transparan yang basah, rambutnya lepek, dan matanya berkaca-kaca. Di tangannya, sebuah undangan berwarna gading dengan pita emas kecil di tengah. “Raka…” katanya lirih, menyerahkan amplop itu. Aku menatapnya, lalu menatap undangan itu. Tanganku gemetar. Rasanya seperti diberi sebilah pisau untuk mengiris hatiku sendiri. “Jadi ini akhirnya?” tanyaku, suara serak. Dia hanya mengangguk. Matanya menunduk. Tapi aku tahu, dia bisa mendengar degup jantungku yang mulai berantakan. Aku pernah mencintainya dalam diam selama tiga tahun. Tapi kemudian aku beranikan diri mendekat, menjadi teman yang selalu ada ...

Cerita Pendek:Senja Terakhir di Kafe Tepi Kota

Gambar
Cerita Pendek:Senja Terakhir di Kafe Tepi Kota Ilustrasi gambar ragambola.com Cerita pendek oleh: Fiqi Andre Hujan turun seperti rahasia yang tak sempat diceritakan. Langit kelabu memayungi jalanan kecil menuju kafe tua di pinggiran kota. Di sanalah aku duduk—sendiri, menggenggam cangkir yang sejak tadi dingin, menunggu seseorang yang sempat kutinggalkan dalam cerita yang tidak selesai. Namanya Dira. Dulu kami menyebut pertemuan sebagai takdir. Tapi sekarang, mungkin takdir hanya sedang mempermainkan waktu. Sudut kafe ini tak berubah sejak lima tahun lalu. Dinding bata yang retak-retak masih ditemani lampu gantung kuning redup. Aroma kopi dan tanah basah mengambang di udara, menyatu dengan degup jantungku yang terlalu keras untuk kupahami. Dan di sanalah dia datang—melangkah pelan, mengenakan jaket abu-abu yang sama seperti malam terakhir kami bertengkar. "Sudut ini masih hangat, ya?" katanya sambil menarik kursi, duduk tepat di hadapanku. Lalu ia berbisik pelan, ...

Cerita Pendek:Uang Panas di Bawah Gerobak Soto

Gambar
  Ilustrasi fotoCerita Pendek:Uang Panas di Bawah Gerobak Soto Namaku Darto. Di kampung ini, aku dikenal sebagai tukang soto langganan warga. Setiap pagi, aku dorong gerobakku ke pertigaan dekat masjid. Siang sedikit, sotonya habis. Tapi dulu tak selalu begini. Dulu, aku cuma jualan satu-dua mangkok, itu pun sering tak laku. Sampai malam itu. Hujan deras membasahi jalanan ketika aku pulang dengan sisa kuah basi dan hati murung. Di tikungan jalan, seorang lelaki tua dengan jubah hitam duduk di bawah lampu jalan. Wajahnya keriput, tapi matanya... tajam seperti binatang malam. “Darto,” katanya, memanggil namaku. Aku tertegun. “Bapak siapa?” tanyaku waspada. “Aku hanya penolong. Kau ingin daganganmu laris, bukan?” Aku tertawa pahit. “Kalau bisa, saya mau sotonya habis tiap hari. Tapi siapa yang bisa jamin begitu?” Dia mengeluarkan sebuah botol kaca kecil dari balik jubahnya. Di dalamnya, ada bayangan kecil yang bergerak cepat seperti kabut. “Ambil ini. Buka tutupnya saat tengah...

CERITA PENDEK: DOA YANG TAK KUSAMPAIKAN.

Gambar
  Ilusi foto cerita pendek by pixabay.com Angin malam menyusup lewat celah jendela kamar santri. Dingin. Sunyi. Tapi pikiranku tak pernah seramai ini. Di balik pekat malam dan dinding kayu tua pondok pesantren Nurul Huda, aku menyimpan sesuatu yang tak pernah mampu kusuarakan. Namaku Alif. Seorang santri kelas akhir, nyaris khatam kitab-kitab kuning, tapi tak pernah khatam menafsirkan satu hal: perasaan . Semua bermula pada malam selasa, saat aku ditunjuk untuk membantu mengatur perlengkapan acara khataman. Tak ada yang aneh sebenarnya, sampai aku melihatnya— dia , gadis itu—duduk di sisi aula perempuan dengan jilbab biru langit, matanya menunduk, membaca buku kecil bertuliskan Mau'izhoh Hasanah . Namanya Zahra. Dia bukan tipe yang mencolok. Bahkan terlalu tenang untuk diperhatikan. Tapi justru di situlah daya tariknya—ada sesuatu dalam diamnya yang menjerat hatiku, perlahan, tanpa suara. Aku mulai mencari-cari alasan untuk dekat. Menyengaja lewat lapangan saat dia berjalan k...

Cerita Pendek:Duri dalam Mawar

Gambar
  Ilusi gambar Cerita Pendek:Duri dalam Mawar  https://pixabay.com/id/photos/pasangan-matahari-terbenam-6562725/ Hujan mengguyur lebat malam itu, membasahi jalan setapak menuju rumah tua di pinggir kota. Lampu jalan yang remang-remang memantulkan bayangan pohon yang melambai seperti sosok-sosok hantu. Di dalam rumah itu, tiga jiwa terjerat dalam cinta yang gelap. Amara duduk di sofa ruang tamu, menatap cangkir teh di tangannya yang dingin. Hatinya berdenyut oleh kecamuk rasa bersalah dan kebencian. Di seberangnya, Reza berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding, rokok terselip di antara jari-jarinya. “Amara,” kata Reza dengan suara rendah. “Kamu harus memilih. Aku atau dia.” Amara mendongak, matanya yang kelam bertemu dengan tatapan tajam Reza. “Ini tidak semudah itu, Reza. Aku mencintai kalian berdua. Tapi...” Suaranya pecah, tertahan oleh air mata yang menggantung di kelopak matanya. Pintu depan berderit terbuka, dan langkah berat terdengar dari koridor. Arya muncu...

Cerita Pendek Romantis:Jarak Yang Mematikan

Gambar
Ilustrasi foto Cerita Pendek Romantis:Jarak Yang Mematikan (gambar pixabay.com) Malam sudah beranjak larut. Kota Bandung tampak tenang di bawah cahaya bulan yang samar-samar menyelimuti jalan-jalan sepi. Nadine duduk di balkon apartemennya, menatap layar ponsel yang kosong. Pesan terakhir dari Ray, kekasihnya yang bekerja di luar negeri, tertulis sederhana, penuh kerinduan: “Jaga dirimu di sana, sayang. Aku selalu rindu.” Hatinya bergejolak. Selalu ada rasa bersalah yang menyelinap ketika ia mengingat Ray. Sejak lima tahun terakhir, mereka menjalani hubungan jarak jauh. Awalnya, semua baik-baik saja; Nadine bersabar menanti kepulangan Ray, sementara Ray berusaha selalu ada meski hanya melalui layar. Namun, kesendirian memiliki caranya sendiri untuk menyusup dan menciptakan ruang kosong. Nadine tak pernah berniat mengkhianati Ray, tetapi di kota ini, ia tak sepenuhnya sendiri. Muncullah Arya, seorang lelaki misterius yang ditemuinya di sebuah acara kantor. Arya membawa kehangatan ya...

Cerita Pendek:Cinta Di Sepertiga Malam

Gambar
Cerita Pendek:Cinta Di Sepertiga Malam ilustrasi gambar pixaybay.com Aku selalu terjaga di tengah malam. Rasa kantuk memang sesekali mencoba mengalahkan niatku, tapi setiap kali aku mengingatmu, aku bangun dengan semangat baru. Setiap hari, dalam sunyi dan kesendirian, aku berdiri di hadapan-Nya, mengadukan segala keresahan, sekaligus menitipkan doa untukmu dalam tahajjudku. Kau, yang tak pernah tahu namamu sering kusebut di penghujung malam, membuat hatiku bertanya-tanya, apakah engkau tahu ada seseorang yang begitu mencintaimu dalam doanya? --- Hari itu, kita dipertemukan dalam sebuah acara kajian di masjid dekat kampus. Aku yang biasanya cenderung pendiam, entah kenapa, hari itu berani melontarkan sebuah pertanyaan pada ustaz yang tengah berbicara. "Ustaz, bagaimana kita mengikhlaskan perasaan cinta pada seseorang yang belum tentu menjadi jodoh kita?" tanyaku, suaraku bergetar sedikit karena sebenarnya ini adalah pertanyaan untuk diriku sendiri, namun entah kenapa aku mera...

Cerita Pendek:Cahaya Restu di Ujung Jalan

Gambar
  Cerita Pendek:Cahaya Restu di Ujung Jalan foto by  https://pixabay.com/id/illustrations/ai-dihasilkan-pasangan-payung-8787247/ Aku masih ingat dengan jelas, saat pertama kali bertemu denganmu. Seperti fajar yang memecah malam, senyummu menghangatkan hatiku yang beku. Kau hadir di waktu yang tak pernah kuduga, dan tanpa sadar, rasa itu semakin lama semakin tumbuh. Rasa yang membuatku berharap lebih, menginginkanmu di sisiku selamanya. "Kau yakin dengan ini?" suaramu terdengar penuh keraguan saat kita duduk di sebuah kafe kecil di sudut kota. Matamu menatap ke arah cangkir kopi di depanmu, tapi aku tahu kau sedang memikirkan hal yang lebih besar dari sekadar rasa pahit minuman itu. Aku menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Aku yakin, Nayla. Aku sudah siap menghadapi apa pun. Aku ingin kita bersama. Aku ingin menikah denganmu." Kau tersenyum samar, tetapi di balik senyuman itu, aku bisa melihat keresahan yang bersembunyi. Kita telah membicarakan hal ini berula...