Langsung ke konten utama

Cerita Pendek:“Cinta di Punggung Penanggungan”

  Cerita Pendek:“Cinta di Punggung Penanggungan” ilustrasi foto by https://travelspromo.com/htm-wisata/gunung-penanggungan-mojokerto/ Angin pagi berhembus lembut ketikaA langkahku menginjak tanah Gunung Penanggungan. Kabut tipis melayang di antara pepohonan, dan suara burung liar terasa seperti musik pengiring perjalanan kita. Aku menoleh ke arahmu—kau yang ber?Adiri dengan ransel di punggung, napas teratur, dan senyum kecil yang selalu menenangkan. “Siap?” tanyaku pelan. Kau mengangguk, menatap jalur pendakian yang menanjak. “Selama ada kamu, aku siap menghadapi apa pun.” Kalimat itu mungkin sederhana, tapi bagiku seperti doa yang meneduhkan. Kami mulai mendaki. Setiap langkah membawa kenangan, setiap hembusan napas terasa seperti mendekatkan kami, bukan hanya ke puncak, tapi juga ke hati masing-masing. “Aku selalu suka aroma tanah basah seperti ini,” katamu. “Kenapa?” “Karena… mengingatkanku bahwa setiap perjalanan dimulai dari pijakan. Dan aku ingin perjalanan cintaku ju...

CERITA PENDEK:DENDAM DALAM BAYANG

CERITA PENDEK:DENDAM DALAM BAYANG
Ilusi foto CERITA PENDEK:DENDAM DALAM BAYANG(https://pixabay.com/id/photos/foto-album-tua-album-foto-256889/)


Langit malam terasa gelap dan dingin, seolah mencerminkan ketegangan yang menggantung di udara. Di sebuah apartemen mewah di pusat kota, Clara berdiri di jendela, matanya kosong menatap ke luar. Di bawah sana, dunia terus berputar, tak pernah tahu bahwa malam ini, hidupnya akan berubah selamanya. 

Setelah bertahun-tahun bersama, dia tahu sesuatu yang tak seharusnya dia ketahui. Rasa curiga yang terpendam semakin menajam, dan kali ini, Clara tidak akan membiarkan perasaan itu menguasainya tanpa alasan yang pasti. Ia telah menyelidiki dengan seksama, mengumpulkan setiap petunjuk, dan kini, jawaban yang ditunggu-tunggu telah tiba.

Ponselnya bergetar di atas meja, suara tutsnya bergetar dalam keheningan malam. Clara mengangkatnya dengan tangan gemetar. Di layar, muncul nama Daniel, suaminya. Hatinya berdegup kencang, namun wajahnya tetap tak terbaca.

“Apa yang kamu lakukan malam ini?” suara Daniel terdengar lembut, namun Clara bisa mendengar kebohongan di baliknya.


“Apa yang kamu lakukan?” Clara menahan napas. Suaranya terdistorsi oleh amarah yang tertahan.


“Aku… hanya bekerja lembur, seperti biasa.”


Clara menghela napas panjang, menahan amarah yang hampir meledak. Dia tahu ini hanya kebohongan lain. Daniel telah mengkhianatinya, dan Clara tidak akan membiarkan semuanya berlalu begitu saja. Tidak lagi.


"Jangan bohong padaku, Daniel. Aku tahu semuanya."


Suasana sepi sesaat, hanya ada suara detak jam dinding yang terdengar seperti deru angin di tengah badai. Clara melangkah ke arah meja kecil di samping tempat tidur. Di sana, sebuah amplop putih tergeletak, berisi foto-foto yang sudah cukup jelas untuk membuktikan segalanya. Foto-foto yang menunjukkan Daniel, suaminya, berada dalam pelukan seorang wanita lain.


“Apa ini, Daniel? Apa kamu kira aku bodoh?” suara Clara pecah, penuh perasaan terluka.


Daniel terdiam di sisi telepon. Clara bisa membayangkan ekspresi wajahnya yang mulai cemas. Namun, Clara tidak peduli lagi. Dia ingin mendengar penjelasan, meski dia tahu tak ada yang bisa membenarkan apa yang telah terjadi.


“Clara, aku bisa jelaskan—”


“Jelaskan apa? Semua bukti ada di sini. Aku sudah melihat semuanya.”


Clara melemparkan foto-foto itu ke meja dengan marah, foto-foto yang menjadi saksi bisu penghianatan suaminya. Wajah Daniel yang penuh ketakutan mulai terlihat. Ia tahu, malam ini adalah malam terakhirnya bersama Clara.


“Aku minta maaf. Ini bukan yang kamu kira—”


“Tidak, Daniel! Ini lebih dari yang aku kira! Kamu... kamu mengkhianatiku! Kamu tidur dengan wanita itu, bukan? Aku melihat foto-fotonya!” Clara berteriak, suaranya penuh air mata yang hampir tumpah.


Daniel terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara rendah. “Clara, aku tidak bisa hidup tanpa dia. Aku sudah mencoba—”


Tanpa peringatan, Clara melemparkan ponselnya ke dinding, suara pecahannya membuat Daniel terkejut. “Kamu tak akan mendapatkan kesempatan lagi. Tidak ada lagi penjelasan. Kamu sudah memilih jalanmu.”


Saat itu, Clara merasa kebencian yang begitu dalam mengalir dalam darahnya. Amarah yang tak bisa dibendung, rasa sakit yang mendalam akibat pengkhianatan itu, membuat matanya berkaca-kaca. Clara merasa seperti seorang asing dalam hidupnya sendiri, terperangkap dalam bayangan kesalahan yang tak bisa diperbaiki.


“Daniel,” Clara berkata dengan suara dingin, memanggil suaminya yang kini berdiri di depan pintu. “Kau akan menyesal karena sudah memilihnya. Tapi ingat, ini semua adalah pilihanmu.”


Tangan Clara menggenggam erat pisau dapur yang terletak di meja dekatnya. Wajahnya tegang, tubuhnya gemetar, namun dalam hatinya, ada kekuatan yang muncul dari kedalaman yang paling gelap.


Daniel berjalan mendekat, berusaha untuk meraih tangannya. “Clara, jangan lakukan ini. Aku akan pergi. Aku akan pergi darimu. Kamu bisa mulai hidup baru.”


Namun, Clara tidak bisa lagi mendengarkan kata-kata itu. Semua sudah terlambat. Apa yang terjadi malam ini adalah harga dari pengkhianatan yang sudah terlalu dalam. Tanpa ragu, Clara melangkah maju, dan dengan gerakan cepat, pisau itu menembus tubuh Daniel.


“Clara… kenapa…?” suara Daniel terdengar tercekat. Matanya melebar seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.


Clara menatapnya dengan tatapan kosong, darah menetes di tangan dan bajunya. “Ini untukmu, Daniel. Ini adalah akhirnya.” 


Daniel terjatuh ke lantai, napasnya semakin berat, tubuhnya terkulai lemah. Clara berdiri di sana, dengan tangan gemetar memegang pisau, masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. Namun di dalam hatinya, ada semacam kedamaian yang mulai merayap. Dia tahu, semuanya berakhir di sini. Pengkhianatan itu telah dibayar dengan harga yang tak bisa kembali.


Saat tubuh Daniel terkulai tak bernyawa, Clara menghadap cermin, menatap bayangan dirinya yang penuh darah. Untuk pertama kalinya, dia merasa tidak ada yang lebih jelas daripada kenyataan bahwa kebohongan dan pengkhianatan itu harus dibayar dengan harga yang sangat mahal.


Di luar sana, malam terus berjalan, namun bagi Clara, dunia telah berhenti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek:Lonceng Akhir

Ilusi foto Cerita Pendek:Lonceng Akhir (pixabay.com) Aku adalah seorang pegawai pabrik yang terjebak dalam gelapnya dunia pinjaman online. Semua bermula dari sebuah keputusan bodoh yang kuambil dengan berpikir bahwa segalanya akan baik-baik saja. Siapa yang mengira bahwa dari sekadar pinjaman kecil untuk kebutuhan mendesak, utang itu akan menjeratku dalam lingkaran setan yang tak berujung? Hari itu, pabrik tempatku bekerja baru saja tutup. Tubuhku terasa lelah, namun pikiranku lebih berat menanggung beban utang yang semakin menumpuk. Aku duduk di bangku taman kecil di depan pabrik, memandang kosong ke arah jalanan. Pikiranku sibuk, mencoba mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Pinjaman pertama hanya dua juta, tapi bunga yang mencekik membuat utang itu melonjak hingga belasan juta dalam beberapa bulan. Ketika aku masih tenggelam dalam kekhawatiran, seseorang menepuk bahuku. Wajahnya garang, sorot matanya tajam seolah menusukku. "Selamat sore, Mbak Rini," katanya dengan s...

Puisi:Kenangan di Tepi Meja

Ilustrasi foto puisi kenangan di tepi meja Di sudut meja, aroma manis melingkari, Bango kecap manis menemani memori, Di setiap tetes, ada cinta yang menari, Mengingatkan kita pada cerita sejati. Malam itu, rembulan menjadi saksi, Tatapanmu hangat, membalut sunyi, Kecap manis melumuri daging hati, Seakan berkata, "Inilah kita, takkan terganti." Kamu selalu tahu, rahasia rasa, Manisnya cinta, bumbu setiap masa, Bango hadir, bagai janji tak sirna, Mengikat kenangan yang tak mudah lupa. Tanganmu mengaduk, aku memandang, Ada keajaiban dalam setiap tangkap pandang, Romantisnya bukan hanya karena rempah melayang, Tapi karena cinta, dalam hati yang kau pegang. Kini, meja itu sepi, namun tetap hidup, Aroma manisnya bertahan, menjadi penghibur, Walau tak lagi ada kita berbincang di bawah lampu, Bango kecap manis jadi kenangan yang selalu rindu. Di setiap rasa, ada kisah kita terselip, Cinta yang manis, tak pernah tergelincir, Bango mengingatkan, cinta tak pernah usang, Dalam kenangan, ...

Cerita Pendek:Segitiga Mematikan

Ilusi foto Cerita Pendek:Segitiga Mematikan ( https://pixabay.com/id/photos/foto-tangan-memegang-tua-256887/ ) Pagi itu, aku duduk di teras sambil menatap hujan yang turun. Aroma tanah basah tercium tajam, mengiringi perasaan galau yang sulit diungkapkan. Aku menyesap kopi yang mulai dingin, berharap getirnya bisa mengalahkan kegelisahanku. Namaku Ardi, dan aku berada di tengah cinta segitiga yang sulit aku pahami. Di satu sisi, ada Laila, sahabatku sejak SMA yang sejak lama menyimpan rasa untukku. Di sisi lain, ada Siska, wanita yang belakangan ini kerap hadir dan menyita perhatian. Aku merasa bimbang. Hati dan pikiranku saling tarik-menarik, tak pernah mencapai kata sepakat. Hari itu, Laila mengajakku bertemu di kafe favorit kami. Biasanya, ia ceria dan selalu bisa menghiburku, tapi kali ini ia tampak lebih serius, bahkan sedikit gugup. "Ardi, aku mau bicara sesuatu," ucapnya sambil menunduk, mengaduk-aduk minumannya tanpa tujuan. "Kenapa, La? Tumben serius banget,...