Cerita Pendek:“Cinta di Punggung Penanggungan” ilustrasi foto by https://travelspromo.com/htm-wisata/gunung-penanggungan-mojokerto/ Angin pagi berhembus lembut ketikaA langkahku menginjak tanah Gunung Penanggungan. Kabut tipis melayang di antara pepohonan, dan suara burung liar terasa seperti musik pengiring perjalanan kita. Aku menoleh ke arahmu—kau yang ber?Adiri dengan ransel di punggung, napas teratur, dan senyum kecil yang selalu menenangkan. “Siap?” tanyaku pelan. Kau mengangguk, menatap jalur pendakian yang menanjak. “Selama ada kamu, aku siap menghadapi apa pun.” Kalimat itu mungkin sederhana, tapi bagiku seperti doa yang meneduhkan. Kami mulai mendaki. Setiap langkah membawa kenangan, setiap hembusan napas terasa seperti mendekatkan kami, bukan hanya ke puncak, tapi juga ke hati masing-masing. “Aku selalu suka aroma tanah basah seperti ini,” katamu. “Kenapa?” “Karena… mengingatkanku bahwa setiap perjalanan dimulai dari pijakan. Dan aku ingin perjalanan cintaku ju...
ilustrasi foto_Kupeluk Dia Saat Hujan, Tapi Namaku Tak Pernah Ada di Doanya Cerpen Romantis oleh Fiqi Andre Hujan sore itu turun tanpa permisi. Rintiknya deras, seolah ingin menyapu jejak langkah yang pernah kami buat bersama. Di halte kecil yang sudah lapuk oleh waktu, aku berdiri sambil memeluk tubuhku sendiri. Bukan karena dingin, tapi karena dia belum juga datang. Namanya Asha. Perempuan yang membuatku percaya bahwa cinta tidak selalu harus dibalas untuk bisa hidup. Kami berteman sejak SMA. Ia ceria, penuh tawa, dan selalu punya cerita lucu setiap hari. Sedangkan aku? Hanya bayangan setia di belakangnya. Menjadi pendengar, penonton, dan pelindung diam-diam saat dunia terlalu kejam padanya. “Aku putus lagi, Ki,” katanya dulu, di halte yang sama, di bawah hujan yang juga sama. Waktu itu, ia menangis di pundakku. Aku tidak berkata apa-apa, hanya membiarkannya menumpahkan semua air matanya di jaket lusuhku. “Aku bodoh, ya?” “Enggak. Kamu cuma terlalu percaya,” jawabku lirih...