Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi

Gambar
Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi_ ilustrsi foto by  Triptrus.com Catatan Kritis Tentang Keindahan yang Terluka Gunung Rinjani bukan sekadar gunung bagi masyarakat Lombok—ia adalah napas, marwah, dan cermin kehidupan. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani berdiri gagah sebagai gunung tertinggi kedua di Indonesia. Ia bukan hanya tujuan pendakian, tetapi juga destinasi rohani, tempat suci bagi umat Hindu, dan bentang alami yang membawa siapapun yang melihatnya pada perenungan yang dalam. Namun, di balik keelokan panorama sabana, danau Segara Anak yang biru kehijauan, serta cahaya mentari yang menyentuh lembut punggung gunung, ada luka-luka yang tak terlihat. Luka karena keserakahan manusia, luka karena keindahan yang terlalu sering dimanfaatkan tanpa tanggung jawab. "Kau bukan sekadar tanah tinggi, Rinjani. Kau adalah puisi yang mengalir di dahi pagi. Namun kini, langitmu mengabur oleh jejak-jejak tamak, dan bisik anginmu tercekik aroma pla...

Puisi cinta:Rindu yang Tak Terucap

Rindu yang Tak Terucap
Ilusi foto Puisi cinta:Rindu yang Tak Terucap


Rindu ini adalah hujan di musim kemarau,  

Mengalir di setiap sudut hati yang hampa,  

Seperti langit yang menunggu senja datang,  

Aku menantimu dalam sunyi yang tak berkesudahan.  


Di malam yang lengang, bulan pun pudar,  

Bintang-bintang seakan berbisik tentangmu,  

Setiap detik adalah langkah menuju kenangan,  

Dimana senyummu menjadi pelipur lara.  


Kutulis namamu di tiap helai angin,  

Di antara bisikan daun dan gemerisik malam,  

Suaranya melengkung di langit hatiku,  

Menciptakan simfoni yang hanya bisa kudengar.  


Rindu ini, sayang, adalah puisi tak berjudul,  

Diwarnai oleh mimpi-mimpi tanpa ujung,  

Seperti ombak yang tak lelah mengejar pantai,  

Aku mengejarmu dalam benakku yang tak pernah usai.  


Tiada kata yang cukup untuk menggambarkan,  

Seberapa dalam rindu ini mengakar,  

Hanya hati yang tahu dan malam yang paham,  

Bahwa setiap detik tanpamu adalah penantian abadi.  


Aku menanti, seperti mawar menanti embun pagi,  

Seperti matahari menanti ufuk terbit,  

Rindu ini adalah bayangmu yang selalu ada,  

Meski jauh, namun hatimu tak pernah hilang dari rasa.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek:Lonceng Akhir

Puisi:Kenangan di Tepi Meja

Cerita Pendek:Segitiga Mematikan