Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi

Gambar
Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi_ ilustrsi foto by  Triptrus.com Catatan Kritis Tentang Keindahan yang Terluka Gunung Rinjani bukan sekadar gunung bagi masyarakat Lombok—ia adalah napas, marwah, dan cermin kehidupan. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani berdiri gagah sebagai gunung tertinggi kedua di Indonesia. Ia bukan hanya tujuan pendakian, tetapi juga destinasi rohani, tempat suci bagi umat Hindu, dan bentang alami yang membawa siapapun yang melihatnya pada perenungan yang dalam. Namun, di balik keelokan panorama sabana, danau Segara Anak yang biru kehijauan, serta cahaya mentari yang menyentuh lembut punggung gunung, ada luka-luka yang tak terlihat. Luka karena keserakahan manusia, luka karena keindahan yang terlalu sering dimanfaatkan tanpa tanggung jawab. "Kau bukan sekadar tanah tinggi, Rinjani. Kau adalah puisi yang mengalir di dahi pagi. Namun kini, langitmu mengabur oleh jejak-jejak tamak, dan bisik anginmu tercekik aroma pla...

PUISI CINTA "RINDU YANG TAK BERNAMA"


PUISI CINTA "RINDU YANG TAK BERNAMA"
https://pixabay.com/id/photos/jantung-cinta-percintaan-valentine-700141/

Di antara senyap malam yang bisu,  

kutemukan bayangmu melintas dalam lirih bayu.  

Seperti bintang yang malu, kau sembunyi dalam kelam,  

namun cahayamu tetap menusuk lembut, menelusup ke dalam relung hati yang merindumu.


Duhai kekasih yang tak terjangkau,  

engkau adalah alunan rindu yang menggema tanpa suara,  

adalah desir lembut pada helai daun yang jatuh,  

menggetarkan bumi dalam keheningan yang tak ternama.


Kasihmu bagai hujan di musim kemarau,  

jatuh perlahan, menghidupkan tanah-tanah tandus,  

mengalir di setiap celah hati yang hampir kering,  

menggenapi kekosongan dengan cinta yang mengalir abadi.


Senyummu, wahai puan,  

adalah lukisan pagi yang terjaga oleh embun,  

menjadi madah di bibir mentari yang malu-malu terbit,  

menyambut setiap helaan napas dengan kelembutan yang tiada tanding.


Setiap tatap matamu adalah rahasia semesta,  

terhampar dalam ribuan puisi yang tak pernah tertuliskan,  

kau adalah bait-bait cinta yang tak pernah usai kubaca,  

selalu memabukkan, selalu membawaku terbang melampaui batas akal.


Dalam dekapan malam yang sunyi,  

kutemukan diriku tenggelam dalam rindu tak bertepi,  

menggenggam angan tentang kita yang tak pernah benar-benar ada,  

namun selalu hidup dalam setiap detak jantung dan desah napasku.


Aku mencintaimu dalam bisikan angin yang lembut,  

dalam gema yang tak pernah selesai di telinga waktu,  

aku mencintaimu dalam diam yang tak terungkapkan,  

seperti laut mencintai pantai, tak pernah letih menunggu,  

meski tahu akhirnya kan selalu kembali pada kesepian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek:Lonceng Akhir

Puisi:Kenangan di Tepi Meja

Cerita Pendek:Segitiga Mematikan