Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2025

Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi

Gambar
Rinjani, Ketika Langit Jatuh di Pelukan Bumi_ ilustrsi foto by  Triptrus.com Catatan Kritis Tentang Keindahan yang Terluka Gunung Rinjani bukan sekadar gunung bagi masyarakat Lombok—ia adalah napas, marwah, dan cermin kehidupan. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani berdiri gagah sebagai gunung tertinggi kedua di Indonesia. Ia bukan hanya tujuan pendakian, tetapi juga destinasi rohani, tempat suci bagi umat Hindu, dan bentang alami yang membawa siapapun yang melihatnya pada perenungan yang dalam. Namun, di balik keelokan panorama sabana, danau Segara Anak yang biru kehijauan, serta cahaya mentari yang menyentuh lembut punggung gunung, ada luka-luka yang tak terlihat. Luka karena keserakahan manusia, luka karena keindahan yang terlalu sering dimanfaatkan tanpa tanggung jawab. "Kau bukan sekadar tanah tinggi, Rinjani. Kau adalah puisi yang mengalir di dahi pagi. Namun kini, langitmu mengabur oleh jejak-jejak tamak, dan bisik anginmu tercekik aroma pla...

Cerita Pendek:Di Bawah Langit yang Sama to Indonesia

Gambar
  Cerita Pendek:Di Bawah Langit yang Sama to Indonesia( https://pixabay.com/id/photos/jalan-kota-rakyat-malam-perkotaan-7752940 /) Kita selalu percaya bahwa langit adalah satu-satunya saksi yang setia. Ia terbentang tanpa batas, menghubungkan aku dan kamu yang dipisahkan ribuan kilometer oleh daratan dan lautan. Aku, Ayu, seorang gadis dari Yogyakarta yang jatuh cinta pada Alif, seorang mahasiswa asal Istanbul yang pernah bertukar pelajar di kampusku. Perjumpaan kami dimulai dari sebuah kebetulan, di bawah pohon flamboyan saat ia menolongku mengumpulkan lembaran skripsi yang tertiup angin. "Ini milikmu, bukan?" tanyanya dengan logat Turki yang kental, namun suaranya terdengar hangat. Aku tersenyum canggung, mengambil lembaran itu dari tangannya. "Terima kasih, kamu sangat membantu." Sejak saat itu, kami mulai sering bertemu. Di kantin, di perpustakaan, bahkan dalam perjalanan pulang ke kosan. Entah bagaimana, langkahnya selalu beriringan denganku. Namun, waktu...

Puisi:Bayang-Bayang Tanpa Waktu

Dalam hening, bayangmu masih menetap, Seperti senja yang enggan berlalu. Aku merangkai sisa kenangan yang retak, Mencari hangat di sela rindu yang bisu. Langkah-langkahmu terukir di dada, Meski tak lagi kau tapaki jalannya. Kata-kata yang pernah kita rajut bersama, Kini berguguran, bersembunyi di luka. Cinta ini seperti daun yang gugur perlahan, Tak berteriak, hanya diam menahan. Tapi aku tahu, bahkan bayangmu pun, Tak ingin menetap selamanya di pelupuk angan. Aku merelakan meski hati enggan, Karena cinta sejati tak memaksa bertahan. Biarlah kau pergi, membawa separuh malam, Aku akan belajar bercahaya tanpa rembulan.